Surabaya, 24/Mei 2013
Dunia adalah
tempat kita berkarya, entah karya yang menyenangkan maupun yang membosankan
semua itu adalah anugerah dari sang Kuasa. Hari demi hari telah aku lalui, kian
aku merenungkan bahwa dalam perjalanan perkulian selama satu satun aku telah
lalui dengan penuh sukacita menjalani tanggung jawab yang telah diberikan oleh
sang Pencipta kepada aku. Saat ini aku sadar bahwa proses perjalanan hidup
selama satu tahun dari awal perkuliahan hingga saat ini.
Aku menyadari
bahwa, seluruh aktivitas yang aku jalani bagaikan air mengalir dari dataran
tinggi hingga pada dataran rendahnya. Begitu berjalan cepat, di iringi dengan
berjalannya sang waktu.
“Bagi manusia,
hidup itu juga sebab-akibat. Bedanya, bagi manusia sebab-akibat itu membentuk
peta dengan ukuran raksasa. Kehidupanmu menyebabkan perubahan garis kehidupan
orang lain, kehidupan orang lain mengakibatkan perubahan garis kehidupan orang
lainnya lagi, kemudian entah pada siklus yang keberapa, kembali lagi ke garis
kehidupanmu. Saling mempengaruhi, saling berinteraksi. Sungguh kalau kulukiskan
peta itu maka ia bagai bola raksasa dengan benang jutaan warna yang saling
melilit, saling menjalin, lingkar-melingkar. Sungguh indah. Sama sekali tidak
rumit.”
Kita dapat
menukar banyak hal menyakitkan yang dilakukan orang lain dengan sesuatu yang
lebih hakiki, dan lebih abadi. Rasa sakit yang timbul karena, setiap perbuatan
itu hanyalah bersifat sementara.
Andai semua
kehidupan ini menyakitkan, maka diluar sana pasti masih ada sepotong bagian
yang menyenangkan. Kemudian kita akan membenak pasti ada sesuatu yang jauh
lebih indah dari menatap rembulan di langit yang sebentar lagi menyelam.
Diri ini
menyadari bahwa, hidup tidak selalu menyenangkan. Namun, diselah-selah
kehidupan yang menyakitkan masih banyak keharmonisan hidup yang harus dinikmatinya.
Entah apapun situasinya.
Aku menyadari
semua yang telah terjadi ini, itu adalah sebuah proses kehidupan yang hendak di
cicipinya. Entah pahit, manis itu sebuah anugerah dari sang- KHALIK.
Berjatuhan perlahan-lahan
dibalik bukit, rumah, gedung, ataupun di balik lautan, aku tak dapat memahami
dengan jelas tenggelamnya sang rembulan, hingga gelap menyelimuti dunia cahaya
matahari mulai menghilang.
Semuanya diriku
termenung memikirkannya sebelum matahari terbenam. Hingga ke-esokan hari,
cahaya menjemputnya dengan sukariah.
Karyaku: Pinggiran Jagir (sby)
Sebelum Matahari Terbenam !